More

    AS Berlakukan Tiga Skema Tarif Baru untuk RI, Ini Penjelasan Kemendag

    WARTA, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) membeberkan dasar kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS), yang kini langsung berdampak pada aktivitas perdagangan Indonesia. Skema tarif tersebut terdiri dari tiga jenis: tarif dasar baru (new baseline tariff), tarif resiprokal, dan tarif sektoral.

    Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa skema pertama merupakan penyesuaian tarif Most Favored Nation (MFN), dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persendari tarif sebelumnya.

    ADVERTISEMENT

    “Besaran tarif sebelumnya bervariasi tergantung jenis komoditas—ada yang nol persen, lima persen, hingga sepuluh persen dan lebih,” jelas Djatmiko dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (21/4).

    Namun, penyesuaian ini tidak berlaku untuk Kanada dan Meksiko karena keduanya tergabung dalam perjanjian perdagangan bebas USMCA (pengganti NAFTA).

    Skema Tarif Kedua: Resiprokal

    Jenis tarif kedua yang diterapkan AS adalah tarif resiprokal, yang dihitung berdasarkan rasio surplus perdagangan negara mitra terhadap total ekspor mereka ke AS. Untuk Indonesia, tarif resiprokal yang dikenakan mencapai 32 persen.

    “Formula perhitungannya: nilai surplus perdagangan dibagi total ekspor, lalu dikurangi 50 persen,” ujar Djatmiko.

    Meski begitu, tarif ini belum akan langsung diterapkan. Pemerintah AS memberikan masa penundaan selama 90 hari—hingga 9 Juli 2025—untuk memberi waktu adaptasi bagi negara mitra, termasuk Indonesia.

    ADVERTISEMENT

    Skema Tarif Ketiga: Sektoral

    Skema terakhir adalah tarif sektoral, yang secara khusus menyasar sektor strategis seperti baja, aluminium, dan otomotif beserta komponennya. Tarif yang dikenakan cukup tinggi, yakni 25 persen. Jika suatu produk telah dikenakan tarif sektoral, maka dua skema tarif sebelumnya tidak berlaku untuk produk tersebut.

    Dasar Hukum Tarif: Dari Executive Order hingga Proklamasi Presiden AS

    Penerapan kebijakan tarif ini didasarkan pada beberapa instrumen hukum di AS, seperti Executive Order 14257 yang dikeluarkan pada 2 April 2025, serta Presidential Proclamations.

    • Proklamasi tanggal 10 Februari 2025 menetapkan tarif 25 persen untuk impor baja dan menaikkan tarif aluminium dari 10 persen ke 20 persen.

      ADVERTISEMENT
    • Sementara proklamasi 26 Maret 2025 mengatur tarif sektoral sebesar 25 persen untuk kendaraan penumpang (seperti sedan, SUV, dan minivan), truk ringan, serta komponen utama otomotif seperti mesin dan sistem elektronik, yang mulai berlaku 3 Mei 2025.

    Baca Juga:  Polresta Bulungan Ajak Masyarakat Bersatu Perangi Peredaran Narkoba

    Produk dari Meksiko dan Kanada yang memenuhi syarat USMCA dikecualikan dari tarif 25 persen ini.

    Dampak dan Strategi Indonesia

    Simulasi dari Kemendag menunjukkan bahwa kebijakan tarif AS berpotensi mengganggu kinerja ekspor-impor Indonesia, terutama di sektor-sektor terdampak. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga bisa menjadi peluang untuk menarik investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia.

    “Pemerintah sudah mengantisipasi dengan memperkuat strategi diversifikasi pasar,” terang Djatmiko.

    Salah satu langkah konkret adalah rampungnya negosiasi perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Kanada (ICA-CEPA) pada akhir Desember lalu. Perjanjian ini akan menjadi yang pertama bagi Indonesia di kawasan Amerika Utara.

    Selain itu, pemerintah juga tengah merampungkan kerja sama perdagangan dengan Tunisia (Preferential Trade Agreement), serta menyelesaikan perundingan serupa dengan Peru dan Chili di Amerika Latin.

    Di kawasan Timur Tengah, kemitraan ekonomi dengan Uni Emirat Arab (UEA) sudah membuahkan hasil, mengubah posisi perdagangan Indonesia dari defisit menjadi surplus.

    “Kami juga sedang menuntaskan negosiasi dengan Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia, termasuk Rusia dan Kazakhstan, demi membuka akses lebih luas ke Eropa Timur dan Asia Tengah,” tambahnya.

    Djatmiko menegaskan bahwa Indonesia terus memperluas pasar global agar tak terlalu bergantung pada negara-negara mitra dagang tradisional, termasuk AS.

    Bagikan:

    BERITA TERKAIT

    REKOMENDASI

    spot_img

    BERITA TERBARU

    spot_img