WARTA, JAKARTA — Lembaga Studi dan Advokasi Anti-Korupsi (LSAK) melaporkan Deddy Sitorus, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri.
Ketua LSAK, Hariri, menjelaskan, laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi dan/atau gratifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 12B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan pihak pemberi diduga dua pengusaha asal Ternate berinisial GSF dan TJF selaku pemilik perusahaan dengan inisial SCA.
Menurutnya, pada masa kampanye Pemilu Legislatif 2024, Deddy Sitorus sebagai calon petahana anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara melaksanakan kampanye untuk mendulang suara dengan menggunakan helikopter jenis EC130T2 milik PT SCA yang disewa melalui PT MBA.
“Patut diduga, terdapat hubungan istimewa tertentu antara Deddy Sitorus selaku seorang penyelenggara negara/Anggota DPR RI dengan pihak pemberi gratifikasi. Yang menjadi kewajiban penyidik untuk mengungkapkannya. Dedy Sitorus diduga menerima gratifikasi berupa penyewaan helikopter jenis EC130T2 milik PT SCA sebanyak delapan kali pada periode tempus tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024 dengan total durasi penerbangan diperkirakan selama 48 jam,” Hariri memaparkan, kepada wartawan, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Berdasarkan tarif yang diberlakukan, penyewaan helikopter jenis EC130T2 oleh PT SCA sebesar USD4.000 per jam.
Nilai pembayaran dan/atau gratifikasi yang diterima Deddy Sitorus, selaku penyelenggara negara, adalah sebesar USD192.000 atau sekitar Rp3.072.000.000, yang seharusnya dilaporkan ke KPK.
“Berkat pemberian gratifikasi telah memungkinkan Deddy Sitorus mendulang suara sebanyak 59.333 suara. Sehingga menang bersaing dengan calon legislatif yang lain seperti Hasan Saleh dari Partai Demokrat dan Immanuel Ebenezer,” kata Hariri, usai diterima langsung Irjen Cahyono Wibowo, Kepala Kortas Tipikor Polri.
Untuk diketahui, helikopter jenis EC130T2 milik PT SCA adalah helikopter serba guna ringan bermesin tunggal yang dikembangkan dari Eurocopter AS350 Ecureuil.
Sebelum salah satu perubahan utamanya adalah penggunaan perangkat antitorsi Fenestron sebagai pengganti rotor ekor konvensional.
Helikopter ini diluncurkan dan diproduksi oleh Eurocopter Group yang kemudian berganti nama menjadi Airbus Helicopters.
Terungkapnya dugaan penerimaan gratifikasi berupa penyewaan helikopter mewah sebenarnya lantaran kebiasaan Deddy Sitorus yang kerap flexing alias pamer kemewahan di platform media sosial.
Tatkala tengah menumpang Helikopter EC130T2 milik PT SCA di musim kampanye Pemilu 2024, Deddy Sitorus flexing dengan mengunggah di akun TikTok pribadinya.
Aksi pamer harta seperti itu kerap berujung terungkapnya kasus korupsi.
Kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah satunya dipicu dari flexing. Tak sedikit pula usai flexing terbitlah kasus, termasuk tindak pidana.
Mereka yang dijerat pidana karena flexing antara lain crazy rich Indra Kenz dan Doni Salmanan dalam kasus investasi bodong. Masing-masing divonis 10 dan 8 tahun penjara.