spot_img
More
    spot_img

    Suara dari Perbatasan: Gubernur Kaltara Minta Pemerintah Pusat Serius Bangun Wilayah Terluar RI

    WARTA, JAKARTA — Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Komisi II DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (28/4), berubah serius saat Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Zainal A. Paliwang, mengambil giliran bicara.

    Ia tidak sekadar menyampaikan laporan, tapi menyuarakan kegelisahan warga perbatasan yang merasa tertinggal jauh dari saudara sebangsanya—dan bahkan dari negara tetangga, Malaysia.

    Dalam forum yang mempertemukan Menteri Dalam Negeri, para gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia itu, Gubernur Zainal mengangkat langsung realita getir di wilayah perbatasan Kaltara. Akses jalan darat yang rusak parah hingga wilayah yang sama sekali belum tersambung jalan menjadi sorotan utama.

    “Ada dua wilayah di perbatasan yang hanya bisa dijangkau lewat udara atau sungai berbatu yang berarus deras. Untuk kebutuhan pokok, masyarakat justru lebih mudah membeli dari Malaysia,” ujarnya blak-blakan.

    Zainal mengaku miris melihat warga negara Indonesia yang justru lebih tergantung pada negara tetangga. “Indonesia ini negara besar, tapi kenyataannya di lapangan kita masih kalah akses dari Malaysia. Malu rasanya, tapi itulah kondisi yang ada,” tegasnya, disambut lirikan serius dari anggota dewan yang hadir.

    Pemerintah Provinsi Kaltara, kata Zainal, telah berupaya memberi subsidi angkutan bagi warga perbatasan—hingga Rp15 miliar setiap tahun. Namun karena efisiensi anggaran, jumlah itu kemungkinan menyusut tahun ini.

    Masalah fiskal pun tak luput dari sorotan. Dengan 85 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltara berasal dari transfer pusat, Zainal menilai formula alokasi dana saat ini belum adil.

    Dana bagi hasil sering terlambat, dan penerimaan dari sektor unggulan seperti batu bara dan kelapa sawit dirasa belum maksimal. “Kami ekspor CPO ribuan ton per tahun, tapi yang masuk ke kas daerah hanya sekitar Rp9 miliar. Ini perlu evaluasi,” tegasnya.

    Baca Juga:  Dua Trayek Bus Damri di Kaltara Dihentikan, Trayek Komersial Tetap Beroperasi

    Dalam paparannya, Zainal juga mengungkap kondisi pengelolaan BUMD di Kaltara yang masih menghadapi berbagai kendala. Salah satunya, PT Benuanta Kaltara Jaya yang belum bisa menerima aset dari Kementerian Lingkungan Hidup. Jika penyerahan ini rampung, maka limbah medis dari rumah sakit di Kaltara tak perlu lagi dibawa keluar provinsi.

    Tak kalah penting, Zainal juga menyuarakan persoalan kepegawaian di wilayahnya. Kekurangan guru dan tenaga kesehatan, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), menjadi tantangan serius. “Kami butuh 2.342 guru, tapi yang ada baru 1.623 orang. Begitu juga dokter spesialis dan tenaga kesehatan lain, ini jadi PR besar,” ungkapnya.

    Zainal menutup dengan harapan agar pemerintah pusat tidak hanya mendengar, tapi juga bertindak nyata. “Kami butuh perhatian khusus untuk wilayah perbatasan. Ini bukan hanya soal infrastruktur, tapi tentang keadilan bagi saudara-saudara kita yang menjaga kedaulatan negara dari garis depan.” tambahnya. (*)

    Bagikan:

    BERITA TERKAIT

    REKOMENDASI

    spot_img

    BERITA TERBARU

    spot_img