WARTA, TANJUNG SELOR – Pemerintah pusat resmi melarang rekrutmen tenaga honorer baru per 1 Januari 2025, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, bagaimana nasib para pegawai honorer yang masih aktif dan sedang mengikuti proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)?
Menanggapi hal ini, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalimantan Utara, Andi Amriampa, menegaskan bahwa larangan tersebut tidak serta-merta berdampak pada penghentian massal tenaga honorer yang saat ini masih aktif.
“Intinya, tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja secara massal. Itu sudah jadi kebijakan nasional,” ujar Andi Amriampa, beberapa waktu lalu.
Sebagai langkah antisipatif, pemerintah pusat melalui Kementerian PAN-RB telah menerbitkan surat edaran yang memperbolehkan anggaran untuk pembayaran gaji tenaga honorer tetap dicantumkan dalam APBD. Kebijakan ini berlaku selama masa transisi hingga pengangkatan sebagai PPPK dilakukan.
“Jadi, selama mereka masih dalam proses dan statusnya sebagai pegawai non-ASN aktif, gaji mereka tetap bisa dianggarkan,” jelasnya.
Namun, Andi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk pengangkatan honorer baru. Hal tersebut sudah jelas dilarang dalam UU ASN terbaru.
Terkait pegawai non-ASN dengan sistem kontrak tahunan, menurutnya, kontrak dapat saja tidak diperpanjang jika tidak sesuai kebutuhan. Namun hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat salah satu syarat utama untuk mengikuti seleksi PPPK adalah status keaktifan sebagai tenaga non-ASN.
“Kalau mereka diberhentikan sebelum seleksi, otomatis tidak bisa lagi diangkat jadi PPPK. Karena statusnya sudah bukan pegawai non-ASN aktif,” tambah Andi.
Dengan demikian, keberadaan surat edaran Menpan-RB menjadi solusi agar proses seleksi berjalan adil tanpa mengorbankan hak honorer yang telah lama mengabdi.