WARTA, TARAKAN – Menyambut musim kemarau yang diprediksi segera tiba, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Utara (Kaltara) meningkatkan upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yang menjadi ancaman utama di wilayah ini.
Kepala Pelaksana BPBD Kaltara, Andi Amriampa, menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan sosialisasi kesiapsiagaan bencana yang digelar beberapa waktu lalu. Berdasarkan catatan BPBD sejak April 2015 hingga April 2025, Kalimantan Utara mengalami 701 kasus Karhutla, menjadikannya bencana dengan angka kejadian tertinggi dibanding bencana lain seperti banjir (183 kasus), tanah longsor (337 kasus), dan kebakaran bangunan (405 kasus).
“Karhutla, banjir, dan longsor masih menjadi bencana utama yang mengancam wilayah kita. Untuk Karhutla, Kabupaten Bulungan dan Nunukan merupakan daerah paling rawan, terutama karena musim kemarau yang dipengaruhi faktor hidrometeorologi,” ujar Andi.
Ia menambahkan bahwa Karhutla di kedua kabupaten tersebut umumnya dipicu aktivitas pembukaan lahan secara ilegal di tengah kondisi cuaca kering. Untuk menanggulangi hal ini, BPBD Kaltara menggalakkan pendekatan mitigasi berbasis komunitas dengan melibatkan seluruh unsur pentahelix—termasuk pemerintah daerah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan komunitas lingkungan.
Salah satu langkah strategis yang terus digalakkan adalah penguatan peran Masyarakat Peduli Api (MPA), yakni kelompok masyarakat yang dibentuk bersama dinas kehutanan untuk membantu dalam pemantauan serta pencegahan kebakaran hutan.
“Kami mendorong seluruh pemangku kepentingan, terutama di wilayah rawan, untuk lebih aktif memantau potensi Karhutla secara sistematis dan terkoordinasi,” tegasnya.
Pada tahun 2024, Kabupaten Bulungan tercatat sebagai wilayah dengan indeks risiko bencana tertinggi di Kaltara yakni 157,35, disusul Kabupaten Tana Tidung dengan 146,77. Meski demikian, Andi menyatakan optimismenya bahwa langkah mitigasi yang konsisten dan kolaboratif dapat menekan potensi bencana secara signifikan.
“Kami berharap sinergi yang solid antar-stakeholder dapat memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dan meminimalisir dampak bencana di seluruh wilayah Kaltara,” tutupnya.