WARTA, TANJUNG SELOR – Dalam menghadapi musim kemarau yang diperkirakan segera melanda Kalimantan Utara, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltara akan menggelar Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pada Kamis, 15 Mei 2025. Kegiatan ini akan berlangsung di Aula Kantor Gubernur Kaltara dan menghadirkan seluruh perwakilan BPBD dari kabupaten/kota se-Kaltara.
Agenda utama rakor ini adalah memperkuat kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi ancaman Karhutla, yang tercatat sebagai bencana dengan tingkat kejadian tertinggi di provinsi ini. Rakor juga menjadi wadah sinergi antarwilayah, terutama dalam menyusun strategi mitigasi berbasis data dan pengalaman lapangan.
Kepala Pelaksana BPBD Kaltara, Andi Amriampa, menjelaskan bahwa sejak April 2015 hingga April 2025, Kalimantan Utara mencatat 701 kasus Karhutla, mengungguli jumlah kejadian bencana lainnya seperti banjir (183 kasus), tanah longsor (337 kasus), dan kebakaran bangunan (405 kasus).
“Karhutla, banjir, dan longsor masih menjadi tiga besar bencana utama yang mengancam wilayah kita. Dari data kami, Kabupaten Bulungan dan Nunukan adalah dua daerah dengan angka kejadian Karhutla tertinggi. Faktor utama pemicu umumnya adalah aktivitas pembukaan lahan ilegal saat cuaca kering akibat musim kemarau,” ungkap Andi.
Rakor ini juga menjadi tindak lanjut dari berbagai upaya BPBD Kaltara dalam memperkuat mitigasi bencana berbasis komunitas. Salah satunya adalah penguatan peran Masyarakat Peduli Api (MPA) yang dibentuk bersama dinas kehutanan untuk membantu pemantauan dan pencegahan Karhutla di tingkat desa dan kelurahan.
“Kami ingin membangun kesadaran kolektif, bahwa pencegahan Karhutla adalah tanggung jawab bersama. Rakor ini menjadi titik temu penting antar-stakeholder untuk menyamakan langkah dalam menghadapi musim kering tahun ini,” tambahnya.
Andi juga menekankan pentingnya keterlibatan unsur pentahelix—pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media—dalam mendukung kesiapsiagaan daerah. Terlebih, Kabupaten Bulungan saat ini tercatat memiliki indeks risiko bencana tertinggi di Kaltara, yakni 157,35, disusul oleh Tana Tidung dengan indeks 146,77.
“Melalui koordinasi yang terstruktur dan partisipatif, kami optimis potensi dampak Karhutla di wilayah Kaltara dapat ditekan secara signifikan,” tutup Andi.
Rakor ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis dan langkah konkret lintas wilayah, serta menjadi awal dari kolaborasi berkelanjutan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat Kalimantan Utara dari ancaman kebakaran hutan dan lahan.