WARTA, TANJUNG SELOR – Anggota Panitia Khusus (Pansus) III DPRD Kalimantan Utara (Kaltara), Arming, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED)harus benar-benar berangkat dari kebutuhan riil masyarakat, bukan hanya formalitas menyesuaikan regulasi pusat.
Menurutnya, revisi atas Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang RUED memang penting, mengingat perubahan besar dalam kebijakan energi nasional dan kondisi strategis daerah. Namun, substansi peraturan baru ini harus menyentuh persoalan konkret di lapangan.
“Catatan utama saya, RUED ini harus menjawab kebutuhan energi masyarakat. Jangan hanya jadi dokumen indah di atas kertas,” ujar Arming, pekan ini.
Ia menyoroti bahwa pengembangan energi baru terbarukan (EBT) selama ini masih terlalu terfokus pada potensi PLTA dari air sungai, yang pelaksanaannya bisa memakan waktu sangat panjang.
“Kita bicara PLTA yang diwacanakan hingga puluhan tahun. Bahkan 20 tahun ke depan pun belum tentu terealisasi. Kita harus realistis,” tegasnya.
Arming menyebutkan bahwa penyusunan RUED harus berpijak pada tiga landasan utama: regulatif, filosofis, dan terutama sosiologis. Ia mengingatkan agar peraturan yang disusun tidak kehilangan esensinya sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat.
“Buat saya, yang paling penting adalah landasan sosiologisnya. Apakah ini sesuai kebutuhan masyarakat? Itu yang harus dijawab,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti pentingnya terobosan pemanfaatan energi lokal. Menurutnya, energi tidak hanya soal listrik, tetapi juga mencakup bahan bakar rumah tangga seperti LPG, yang hingga kini masih sulit diakses sebagian masyarakat.
“Energi bukan hanya listrik. Kita juga harus menjawab kesulitan masyarakat mendapatkan LPG,” ujarnya.
Arming mendorong pemerintah daerah untuk lebih inovatif dan responsif dalam menggali potensi energi yang bisa berdampak langsung pada kesejahteraan warga.
“Sudah saatnya kita berani berpikir kreatif. Energi daerah harus bisa mendongkrak ekonomi rakyat,” pungkasnya.